Sirah Ibn Tharkhan (w. 143 H/760 M) dan Riwayatnya di al-Andalus

Daftar Isi [Tampilkan]
Oleh: Muhammad Akmaluddin



1. Kronologi Kitab Sirah

Sejarah penulisan sirah Nabi Muhammad dimulai sejak generasi sahabat dan tabi‘in. Pada abad ke-1 H/ke-7 M sebenarnya sudah muncul sejumlah karya awal seperti tulisan tentang maghazi dan sirah Nabi oleh Urwah bin al-Zubair (w. sekitar 92–94 H/713 M) dan al-Zuhri (w. 124 H/742 M). Namun karya kedua tokoh tersebut hanya tertulis dalam laporan sejarah, tidak sampai ke masa sekarang. Pada fase ini juga ada nama Sulaiman ibn Tharkhan al-Taimi (w. 143 H/760 M), seorang tabi‘in yang dikenal sebagai perawi hadis dari Anas bin Malik.

Memasuki abad ke-2 H/ke-8 M, ada kitab al-Sirah al-Nabawiyyah karya Muḥammad bin Ishaq (w. 150 H/767 M), yang populer dengan Sirah Ibn Ishaq. Dari karya Ibnu Ishaq inilah Abd al-Malik bin Hisyam (w. 218 H/833 M) menyusun Sirah Ibn Hisyam. Dalam rentang yang hampir bersamaan, al-Waqidi (w. 207 H/823 M) menulis al-Maghazi yang berisi tentang narasi peperangan Nabi.

Setelah periode awal tersebut, para penulis abad pertengahan seperti Abu Nu‘aim al-Ashbihani (w. 430 H/1038 M) dan al-Baihaqi (w. 458 H/1066 M) menulis karya tentang dalaʾil al-nubuwwah. Ibn Hazm (w. 456 H/1064 M) juga tercatat menulis tentang sirah meski karyanya tidak sampai menyatu sebagai kitab sirah yang berdiri sendiri. Di abad berikutnya, al-Qaḍi ʿIyaḍ (w. 544 H/1149 M) menulis al-Syifa bi Ta‘rif Huquq al-Mushthofa.

Di masa moderen, ada Ṣafī al-Raḥmān al-Mubārakfūrī (w. 1427 H/2006 M) yang menulis al-Rahiq al-Makhtum dan Sa’id Ramadlan al-Buthi (w. 1434 H/2013 M) yang menulis kitab Fiqh al-Sirah al-Nabawiyyah maʿa Mujaz li-Tarikh al-Khilafah al-Rashidah.


2. Ibn Mandhur al-Qaisi al-Isybili (w. 469 H/1077 M) dan Manuskrip Ibn Tharkhan

Dalam pengantarnya, editor kitab Sirah Rasulillah karya Ibn Tharkhan, yaitu Ridlwan al-Hashri, menjelaskan bahwa ada isnad yang menghubungkan antara bn Tharkhan dan Ibn Mandhur al-Isybili. Al-Hashri menjelaskan bahwa Ibn Tharkhan meriwayatkan kitabnya kepada anaknya, al-Mu’tamir bin Sulaiman. Kemudian diriwayatkan kepada Muhammad bin ‘Abd al-A’la al-Shan’ani, diriwayatkan kepada Ibrahim al-Zabibi, diriwayatkan kepada Zahir al-Sarakhsi dan terakhir diriwayatkan kepada Ibn Mandhur al-Isybili. Ibn Mandhur al-Isybili tercatat melakukan rihlah ke Makkah dan Masyriq tahun 428 H/1036 M.

Dalam pengantar kitab yang disunting, Markaz al-Malik al-Faishal li al-Buhuts wa al-Dirasat al-Islamiyyah mengatakan bahwa manuskrip Sirah Rasulillah karya Ibn Tharkhan ditemukan al-Hashri “di perpustakaan Biara Escorial di al-Andalus; salinan itu terdaftar dalam katalog perpustakaan tersebut sebagai karya penulis tak dikenal! Dia pun segera mengungkap identitas penulisnya dan melayaninya dengan baik.” Namun al-Hashri maupun Markaz al-Malik al-Faishal li al-Buhuts wa al-Dirasat al-Islamiyyah tidak menyebutkan identitas manuskrip yang ditemukan tersebut.

Editor mungkin merujuk pada indeks manuskrip di San Lorenzo de El Escorial Madrid yang ditulis oleh Aurora Cano Ledesma dalam “Indización de losmanuscritos árabes de El Escorial” (San Lorenzo de El Escorial: Ediciones Escurialenses, 1996-2004) tomo/jilid 3. Dalam indeks tersebut, Ledesma menyebutkan ada 3 kitab sirah yang tercatat di dalam El Escorial. Pertama adalah “Kitab sirat rasúl AIláh (Biografía del Profeta, de Ibn Isháq) (C.n.d.) <E.m.> Ms. D. 1687/ C. 1682” (hlm. 34). Kedua adalah “Ms. D. 1668/ C. 1663 (Fragmentos anónimos relativos a los profetas y a la sira del Profeta) (Copia de 928/ 1522) <E.m.>” (hlm. 103). Ketiga “Ms. 1878 (Ms. acéfalo y ápodo sobre la Sira al-nabí, la biografía del Profeta) (C.n.d.) <E.m.>” (hlm. 105).

Dilihat dari indeks tersebut, manuskrip pertama dengan kode Ms. D. 1687/ C. 1682 adalah Sirah Ibn Ishaq. Tulisannya sangat jelas sehingga tidak mungkin manuskrip tersebut yang dirujuk oleh al-Hashri. Sedangkan manuskrip kedua dan ketiga belum jelas nama judulnya. Manuskrip kedua dengan kode Ms. D. 1668/ C. 1663 berisi tentang fragmen manuskrip tanpa penulis yang berhubungan dengan sirah Nabi. Manuskrip ketiga dengan kode Ms. 1878 berisi tentang sirah Nabi yang tidak ada awalan maupun akhir manuskrip. Artinya, bagian yang tersisa dari manuskrip hanya bagian pertengahan saja.

Editor kitab Sirah Rasulillah karya Ibn Tharkhan mungkin merujuk pada manuskrip nomor kedua atau ketiga. Hal ini ditunjukkan dengan kesesuaian yang ditulis oleh editor dalam pendahuluannya dengan deskripsi manuskrip kedua yang tidak lengkap (fragmentos) dan penulisnya majhul (anónimos) yang merujuk pada Nabi dan sirah nabi (relativos a los profetas y a la sira del Profeta). Begitu juga dengan manuskrip ketiga yang acéfalo y ápodo (tanpa awal dan akhir kitab).

Bisa jadi memang riwayat kitab sirah Sirah Rasulillah karya Ibn Tharkhan sampai ke Al-Andalus dibawa oleh Muhammad bin Ahmad Ibn Mandhur al-Qaisi, yang jadi qadli di Seville, Al-Andalus. Terlebih menurut Khalil Masud, masa tersebut adalah masa konsolidasi (404 H-626 H) mazhab Maliki dengan mazhab dan pemikiran lain. Dengan demikian, kitab Sirah Rasulillah karya Ibn Tharkhan, yang dianggap mengikuti Qadariyyah di Bashrah, dapat dengan mudah masuk ke al-Andalus. Ibn Khair al-Isybili dalam Fihrisah-nya juga meriwayatkan Sirah Rasulillah karya Ibn Tharkhan di Al-Andalus dari Muhammad Ibn Mandhur.

 

3. Peluang Identifikasi Manuskrip yang Hilang di al-Andalus

Indeks Ledesma yang berjudul “Indización de losmanuscritos árabes de El Escorial” berisi banyak manuskrip yang tersedia di El Escorial. Mungkin saja manuskrip yang anonim atau majhul yang ditemukan al-Hashri berkaitan dengan riwayat-riwayat manuskrip lain yang hilang di al-Andalus, bahkan di luar al-Andalus. Sirah Rasulillah karya Ibn Tharkhan yang berada di luar al-Andalus dan hilang di Masyriq ternyata ditemukan di luar al-Andalus.

Dengan demikian, manuskrip anonim dalam indeks Ledesma menyimpan banyak misteri yang butuh dipecahkan dan menjadi penemuan yang baru. Kitab-kitab yang tersisa hanya namanya saja bisa jadi berada di dalamnya. Meski kitab tersebut tidak ditulis langsung oleh penulisnya sendiri, namun melalui riwayat yang panjang. Beberapa kitab karya Baqi bin Makhlad, Ibn Hazm, bahkan murid-murid Malik bin Anas yang ada di sana sampai sekarang belum ditemukan manuskripnya.

Penemuan ini sangat penting, dan memberikan sumbangsih untuk melihat lebih luas tentang kajian sirah yang ada di masa setelah Urwah bin al-Zubair dan al-Zuhri. Namun penemuan tersebut tidak perlu dijadikan hujjah untuk diberikan kepada revisionis, yang meminta autograf di abad tersebut. Hal ini nasib agar Sirah Rasulillah karya Ibn Tharkhan tidak menjadi “ejekan” bagi revisionis sebagaimana kitab Shahifah Hammam bin Munabbih, yang hanya berupa kitab riwayat, bukan ditulis oleh Hammam bin Munabbih sendiri.

Baca juga:
Labels : #al-Andalus ,#Ilmu Hadis ,#Opini ,#Sejarah ,
Menunggu informasi...

Posting Komentar