1. Kronologi Kitab Sirah
Sejarah penulisan sirah Nabi Muhammad dimulai
sejak generasi sahabat dan tabi‘in. Pada abad ke-1 H/ke-7 M sebenarnya sudah
muncul sejumlah karya awal seperti tulisan tentang maghazi dan sirah Nabi
oleh Urwah bin al-Zubair (w. sekitar 92–94 H/713 M) dan al-Zuhri (w. 124 H/742
M). Namun karya kedua tokoh tersebut hanya tertulis dalam laporan sejarah, tidak sampai ke masa sekarang. Pada fase ini juga ada nama Sulaiman ibn
Tharkhan al-Taimi (w. 143 H/760 M), seorang tabi‘in yang dikenal sebagai perawi
hadis dari Anas bin Malik.
Memasuki abad ke-2 H/ke-8 M, ada kitab al-Sirah
al-Nabawiyyah karya Muḥammad bin Ishaq (w. 150 H/767 M), yang populer
dengan Sirah Ibn Ishaq. Dari karya Ibnu Ishaq inilah Abd al-Malik bin Hisyam (w. 218 H/833 M) menyusun Sirah Ibn Hisyam. Dalam rentang yang
hampir bersamaan, al-Waqidi (w. 207 H/823 M) menulis al-Maghazi yang berisi
tentang narasi peperangan Nabi.
Setelah periode awal tersebut, para penulis
abad pertengahan seperti Abu Nu‘aim al-Ashbihani (w. 430 H/1038 M) dan al-Baihaqi
(w. 458 H/1066 M) menulis karya tentang dalaʾil al-nubuwwah. Ibn Hazm (w.
456 H/1064 M) juga tercatat menulis tentang sirah meski karyanya tidak sampai
menyatu sebagai kitab sirah yang berdiri sendiri. Di abad berikutnya, al-Qaḍi
ʿIyaḍ (w. 544 H/1149 M) menulis al-Syifa bi Ta‘rif Huquq al-Mushthofa.
Di masa moderen, ada Ṣafī al-Raḥmān al-Mubārakfūrī (w. 1427 H/2006 M) yang menulis al-Rahiq al-Makhtum dan Sa’id Ramadlan al-Buthi (w. 1434 H/2013 M) yang menulis kitab Fiqh al-Sirah al-Nabawiyyah maʿa Mujaz li-Tarikh al-Khilafah al-Rashidah.
2. Ibn Mandhur al-Qaisi al-Isybili (w. 469 H/1077 M) dan Manuskrip Ibn Tharkhan
Dalam pengantarnya, editor kitab Sirah
Rasulillah karya Ibn Tharkhan, yaitu Ridlwan al-Hashri, menjelaskan
bahwa ada isnad yang menghubungkan antara bn Tharkhan dan Ibn Mandhur al-Isybili.
Al-Hashri menjelaskan bahwa Ibn Tharkhan meriwayatkan kitabnya kepada anaknya,
al-Mu’tamir bin Sulaiman. Kemudian diriwayatkan kepada Muhammad bin ‘Abd al-A’la
al-Shan’ani, diriwayatkan kepada Ibrahim al-Zabibi, diriwayatkan kepada Zahir
al-Sarakhsi dan terakhir diriwayatkan kepada Ibn Mandhur al-Isybili. Ibn
Mandhur al-Isybili tercatat melakukan rihlah ke Makkah dan Masyriq tahun 428 H/1036
M.
Dalam pengantar kitab yang disunting, Markaz
al-Malik al-Faishal li al-Buhuts wa al-Dirasat al-Islamiyyah mengatakan bahwa manuskrip
Sirah Rasulillah karya Ibn Tharkhan ditemukan al-Hashri “di
perpustakaan Biara Escorial di al-Andalus; salinan itu terdaftar dalam katalog
perpustakaan tersebut sebagai karya penulis tak dikenal! Dia pun segera
mengungkap identitas penulisnya dan melayaninya dengan baik.” Namun al-Hashri
maupun Markaz al-Malik al-Faishal li al-Buhuts wa al-Dirasat al-Islamiyyah
tidak menyebutkan identitas manuskrip yang ditemukan tersebut.
Editor mungkin merujuk pada indeks manuskrip di
San Lorenzo de El Escorial Madrid yang ditulis oleh Aurora Cano Ledesma dalam “Indización de losmanuscritos árabes de El Escorial” (San Lorenzo de El Escorial: Ediciones
Escurialenses, 1996-2004) tomo/jilid 3. Dalam indeks tersebut, Ledesma
menyebutkan ada 3 kitab sirah yang tercatat di dalam El Escorial. Pertama adalah
“Kitab sirat rasúl AIláh (Biografía del Profeta, de Ibn Isháq) (C.n.d.)
<E.m.> Ms. D. 1687/ C. 1682” (hlm. 34). Kedua adalah “Ms. D. 1668/
C. 1663 (Fragmentos anónimos relativos a los profetas y a la sira del Profeta)
(Copia de 928/ 1522) <E.m.>” (hlm. 103). Ketiga “Ms. 1878 (Ms.
acéfalo y ápodo sobre la Sira al-nabí, la biografía del Profeta) (C.n.d.)
<E.m.>” (hlm. 105).
Dilihat dari indeks tersebut, manuskrip pertama
dengan kode Ms. D. 1687/ C. 1682 adalah Sirah Ibn Ishaq. Tulisannya sangat
jelas sehingga tidak mungkin manuskrip tersebut yang dirujuk oleh al-Hashri. Sedangkan
manuskrip kedua dan ketiga belum jelas nama judulnya. Manuskrip kedua dengan
kode Ms. D. 1668/ C. 1663 berisi tentang fragmen manuskrip tanpa penulis yang
berhubungan dengan sirah Nabi. Manuskrip ketiga dengan kode Ms. 1878 berisi
tentang sirah Nabi yang tidak ada awalan maupun akhir manuskrip. Artinya, bagian
yang tersisa dari manuskrip hanya bagian pertengahan saja.
Editor kitab Sirah Rasulillah karya Ibn
Tharkhan mungkin merujuk pada manuskrip nomor kedua atau ketiga. Hal ini
ditunjukkan dengan kesesuaian yang ditulis oleh editor dalam pendahuluannya
dengan deskripsi manuskrip kedua yang tidak lengkap (fragmentos) dan
penulisnya majhul (anónimos) yang merujuk pada Nabi dan sirah
nabi (relativos a los profetas y a la sira del Profeta). Begitu juga
dengan manuskrip ketiga yang acéfalo y ápodo (tanpa awal dan akhir
kitab).
Bisa jadi memang riwayat kitab sirah Sirah
Rasulillah karya Ibn Tharkhan sampai ke Al-Andalus dibawa oleh Muhammad bin
Ahmad Ibn Mandhur al-Qaisi, yang jadi qadli di Seville, Al-Andalus. Terlebih
menurut Khalil Masud, masa tersebut adalah masa konsolidasi (404 H-626 H)
mazhab Maliki dengan mazhab dan pemikiran lain. Dengan demikian, kitab Sirah
Rasulillah karya Ibn Tharkhan, yang dianggap mengikuti Qadariyyah di
Bashrah, dapat dengan mudah masuk ke al-Andalus. Ibn Khair al-Isybili dalam Fihrisah-nya
juga meriwayatkan Sirah Rasulillah karya Ibn Tharkhan di Al-Andalus dari
Muhammad Ibn Mandhur.
3. Peluang Identifikasi Manuskrip yang Hilang di al-Andalus
Indeks Ledesma yang berjudul “Indización de losmanuscritos árabes de El Escorial” berisi banyak manuskrip yang tersedia di
El Escorial. Mungkin saja manuskrip yang anonim atau majhul yang
ditemukan al-Hashri berkaitan dengan riwayat-riwayat manuskrip lain yang hilang
di al-Andalus, bahkan di luar al-Andalus. Sirah Rasulillah karya Ibn
Tharkhan yang berada di luar al-Andalus dan hilang di Masyriq ternyata
ditemukan di luar al-Andalus.
Dengan demikian, manuskrip anonim dalam indeks Ledesma menyimpan banyak misteri yang butuh dipecahkan dan menjadi penemuan yang baru. Kitab-kitab yang tersisa hanya namanya saja bisa jadi berada di dalamnya. Meski kitab tersebut tidak ditulis langsung oleh penulisnya sendiri, namun melalui riwayat yang panjang. Beberapa kitab karya Baqi bin Makhlad, Ibn Hazm, bahkan murid-murid Malik bin Anas yang ada di sana sampai sekarang belum ditemukan manuskripnya.
Penemuan ini sangat penting, dan memberikan sumbangsih untuk melihat lebih luas tentang kajian sirah yang ada di masa setelah Urwah bin al-Zubair dan al-Zuhri. Namun penemuan tersebut tidak perlu dijadikan hujjah untuk diberikan kepada revisionis, yang meminta autograf di abad tersebut. Hal ini nasib agar Sirah Rasulillah karya Ibn Tharkhan tidak menjadi “ejekan” bagi revisionis sebagaimana kitab Shahifah Hammam bin Munabbih, yang hanya berupa kitab riwayat, bukan ditulis oleh Hammam bin Munabbih sendiri.
