Daftar Isi [Tampilkan]
Oleh: Muhammad Akmaluddin
Menurut al-Māwardī (w. 450H/1058), prinsip dasar yang menjadi dasar niqābah adalah perlindungan bagi mereka yang memiliki keturunan bangsawan dari kekuasaan mereka yang tidak sejajar dengan mereka berdasarkan keturunan dan kebangsawanan. Pada abad kelima Islam, masyarakat Muslim melihat keturunan Nabi dengan sangat hormat (dalam kasus Sunni), atau bahkan dengan pemujaan total (dalam kasus Syiah), memberikan kepada mereka hak kemandirian institusional dari otoritas eksternal apa pun.
Al-Māwardī tidak menemukan bukti hukum yang tegas untuk kemandirian ini dan untuk pendirian sebuah niqābah; namun, ia merujuk pada sebuah hadis Nabi yang secara umum memanggil untuk pengetahuan akan keturunan seseorang dan untuk kesetiaan kepada kerabatnya, yaitu riwayat al-Hakim dalam al-Mustadrak:
"اعْرَفُوا أَنْسَابَكُمْ تَصِلُوا أَرْحَامَكُمْ، فَإِنَّهُ لَا قُرْبَ بِالرَّحِمِ إذَا قُطِعَتْ وَإِنْ كَانَتْ قَرِيبَةً، وَلَا بُعْدَ بِهَا إذَا وُصِلَتْ وَإِنْ كَانَتْ بَعِيدَةً"
"Ketahuilah nasab kalian semua, maka kalian akan dapat menyambungkan kekeluargaan. Tidak ada kedekatan keluarga jika nasab diputus walaupun dekat, dan tidak ada berjauhan jika nasab disambung walaupun jauh."
Ia mengukuhkan konsep kemandirian institusional ini tanpa memusingkan bukti lebih lanjut, dan menghubungkan gagasan niqābah dengan konsep otoritas penguasa (al-wilāyah al-sulṭāniyyah), dari mana itu bergantung seperti otoritas publik lainnya. Ini menyiratkan kemandiriannya dari campur tangan dari masyarakat umum, tetapi tidak dari khalifah dari mana otoritasnya berasal, atau dari wakil-wakil yang diberi kuasa olehnya. Legitimasi niqābah bergantung pada kekuasaan dan legitimasi kekhalifahan.
Sejalan dengan perkembangan posisi asyrāf (keturunan Nabi) setelah munculnya kekuasaan ʿAbbāsiyyah, Fāṭimiyyah, dan Idrīsiyyah, al-Māwardī membedakan antara “niqābah khusus” (niqābah khāṣṣah) dengan fungsi politik dan pengawasan, dan “niqābah umum” (niqābah ʿāmmah) yang juga mencakup fungsi hukum. Ia menentukan dua belas tugas untuk yang pertama (niqābah khāṣṣah), yang berkaitan dengan pelestarian keturunan para syarif, moral dan disiplin, serta koherensi sosial, pengawasan, dan keuangan. Ini memberikan status otonom bagi niqābah dalam negara dan menjadikannya sebuah jabatan politik.
Jabatan naqīb akan diangkat dari kelompok asyrāf berdasarkan kualitas pribadi dan jasanya. Namun, pengetahuan hukum tidak menjadi prasyarat untuk jabatan ini dalam kasus “niqābah khusus”, berbeda dengan “niqābah umum”, di mana otoritas hukum seorang qāḍī atau hakim ditambahkan pada fungsi politiknya, yang memerlukan kompetensi hukum.
Menurut al-Māwardī, dalam niqābah khāṣṣah, ada dua belas hal yang perlu dilakukan (dengan tambahan penjelasan dari penulis):
- Menjaga silsilah mereka agar tidak ada orang luar yang masuk dalam silsilah mereka dan juga agar yang seharusnya berada dalam silsilah masuk di dalamnya. Jadi poin ini menunjukkan bahwa niqābah bertujuan untuk menjaga silsilah sehingga tidak ada orang yang mengaku sebagai bagian dari silsilah tersebut.
- Mengenali bathn mereka (silsilah tingkatan keempat) dan mengetahui silsilah mereka, sehingga tidak ada silsilah yang hilang selama bertahun-tahun, serta silsilah tidak tumpang tindih dan menetapkan di catatannya untuk membedakan silsilah di antara mereka. Hal ini sangat penting untuk menjaga silsilah dan mengetahui tingkatan usrah, fashilah, asyirah, fakhdz, bathn, 'imarah, qabilah, dan sya'b. Tingkatan ini telah dijelaskan dan diilustrasikan oleh Muhammad bin 'Abd al-Rahman al-Gharnathi dalam Nafh al-Thib karya al-Maqqari.
- Mengetahui siapa di antara mereka yang lahir, baik laki-laki atau perempuan, sehingga niqābah menetapkannya, dan mengetahui siapa di antara mereka yang meninggal, sehingga niqābah menyebutkannya. Jadi yang lahir dan wafat dicatat dengan jelas, siapa, kapan dan mungkin juga dimana tempatnya.
- Mengajarkan mereka sopan santun yang sepadan dengan kehormatan garis keturunan mereka sehingga kesucian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tetap terjaga. Jika mereka sopan dan santun, akhlaknya baik, maka sama dengan menjaga dan menghormati kakeknya, begitu juga sebaliknya.
- Menjauhkan mereka dari pekerjaan tidak layak (apalagi menganggur dan tidak punya pekerjaan sekaligus tidak punya penghasilan), dan mencegah mereka dari tuntutan tidak baik (seperti meminta-minta dengan alasan silsilah mereka yang mulia)
- Menghentikan mereka dari melakukan dosa, untuk mencegah mereka dari hal yang haram dan mencela kemungkaran sehingga tidak ada pertumpahan darah dan fitnah yang berasal dari mereka. Apalagi sebagai keturunan Nabi, sudah seharusnya mereka mengajarkan kebaikan dan membawa rahmat bagi semua
- Mencegah mereka dari menguasai rakyat biasa karena kehormatan mereka, dan dari memerintah mereka karena garis keturunan mereka yang menyebabkan kebencian, menjauhi mereka. Jadi, keturunan Nabi tidak boleh semena-mena menyuruh orang biasa, apalagi memeras mereka dan merasa paling berhak untuk memimpin, kecuali masyarakat yang memintanya. Jika tidak, maka yang ada adalah kebencian dan rasa saling tidak suka serta terjadinya perpecahan di masyarakat.
- Membantu mereka dalam memenuhi hak-hak mereka sehingga tidak ada hak yang tidak dapat diambil atau sia-sia. Misalnya adalah hak pengakuan dalam silsilah, pencantuman nasab dan lain sebagainya
- Mewakili mereka dalam menuntut hak-haknya secara umum atas bagian harta rampasan (ghanimah) dan upeti (fai') sesuai porsinya sebagaimana telah ditetapkan dalam syariat
- Mencegah para perempuan mereka menikah, kecuali bagi mereka yang sesuai (kafa'ah) dengan keistimewaan mereka atas semua wanita lainnya; untuk menjaga silsilah mereka, dan untuk menghormati kesucian mereka,
- Diantara mereka yang berbuat kesalahan dalam batas-batas hendaknya dikoreksi selama tidak mencapai pelanggaran (hadd) dan pembunuhan. Jika mencapat dua hal tersebut, maka dihukum sesuai dengan ketentuan yang ada
- Menjaga kedudukan mereka dengan memelihara asalnya (ushul) dan mengembangkan cabang-cabangnya (furu'). Hal ini terkait dengan silsilah agar semuanya tercatat dengan baik, dan mereka mendapatkan hak-haknya.
Baca juga:
Labels :
#niqabah ,#Sejarah ,
Menunggu informasi...