Musannaf ‘Abd al-Razzaq al-San’ani Sebagai Sumber Hadis Asli Abad Pertama Hijriah (Bagian 2)

Daftar Isi [Tampilkan]



Diterjemahkan dari “The Muṣannaf of ʿAbd al-Razzāq al-Sanʿānī as a Source of Authentic Aḥādīth of the First Century A. H.” oleh Harald Motzki, Journal of Near Eastern Studies 50(1): 1–21

Penerjemah: Muhammad Akmaluddin

Di antara banyak kompilasi hadis yang ada, Musannaf karya Abd al-Razzaq al-San’ani (w. 211/826) dari Yaman, karena alasan-alasan yang akan dijelaskan di bawah, sangat ­cocok untuk pendekatan analisis sumber. Karya yang berjumlah sebelas jilid ini berdasarkan naskah-naskah langka yang masih ada, memang menimbulkan beberapa pertanyaan mengenai kelengkapan dan susunan aslinya karena disusun dari riwayat (transmisi) yang berbeda. Sembilan puluh persen darinya, bagaimanapun, kembali ke satu pemancar, Ishaq b. Ibrahim al-Dabari (wafat 285/898). Dia mungkin menerimanya dalam bentuk tertulis dari ayahnya, seorang murid ‘Abd al-Razzaq, namun melewatkan ayahnya di riwaya karena dia memiliki, atau mengaku memiliki, ijazah (izin untuk mengirimkan) untuk Musannaf dari ‘Abd al-Razzaq sendiri, pernah mengikuti kuliahnya semasa kecil bersama ayahnya. Ishaq berusia enam atau tujuh tahun ketika ‘Abd al-Razzaq meninggal. Perbedaan usia yang jauh antara ‘Abd al-Razzaq dan Ishaq al-Dabari tampaknya tidak mempengaruhi validitas transmisinya, setidaknya bagi seorang sejarawan. Tidak ada petunjuk bahwa Ishaq mengarang teks secara keseluruhan atau bahkan sebagian dan menganggapnya berasal dari ‘Abd al-Razzaq. Selain beberapa catatan langka dari perawi, ‘Abd al-Razzaq harus dianggap sebagai penulis Musannaf yang sebenarnya.

Bahkan pembacaan sepintas atas karya tersebut mengungkapkan bahwa sebagian besar kitabnya (kutub) memuat bahan-bahan yang konon sebagian besar berasal dari tiga orang: Ma‘mar, Ibnu Jurayj, dan ath-Thawri. Pengecualian adalah kitab al-Maghazi dan al-Jami’, yang sebagian besar terdiri dari teks-teks Mamar, dan Kitab al-Buyu ‘, yang mana transmisi dari Ibnu Jurayj jarang terjadi. Berdasarkan sampel yang representatif dari 3.810 hadis—yang mencakup 21 persen dari bagian-bagian yang relevan dari keseluruhan karya [1]—dugaan asal muasal teks-teks yang disebarkan oleh ‘Abd al-Razzaq dapat didefinisikan dengan lebih tepat: 32 persen materinya berasal dari Ma‘mar, 29 persen dari Ibnu Jurayj, dan 22 persen dari ath-Thawri. Transmisi dari Ibnu ‘Uyayna (4 persen) menyusul. Sisanya yang berjumlah 13 persen dari teks-teks tersebut dikatakan berasal dari sekitar 90 orang yang berbeda (dari masing-masing hanya 1 persen atau kurang), di antaranya adalah sarjana hukum terkenal pada abad kedua ah seperti Abu Hamfa (0,7 persen) dan Malik (0,6 persen).

Jika rincian yang diberikan ‘Abd al-Razzaq tentang asal muasal materinya benar, maka karya tersebut disusun dari tiga sumber besar yang terdiri dari beberapa ribu hadis. Besarnya ukuran sumber yang diperkirakan menunjukkan bahwa kita mungkin berurusan dengan karya-karya yang awalnya independen—atau setidaknya sebagian dari karya-karya tersebut—atau dengan isi ajaran dari tiga otoritas yang disebutkan, yang jika dilihat dari usia mereka, bisa menjadi pengajar ‘Abd al-Razzaq, atau keduanya. Di sisi lain, kita tidak dapat mengesampingkan kemungkinan apriori bahwa ‘Abd al-Razzaq umumnya memalsukan informasi tentang asal usul materinya dan menghubungkannya secara fiktif dengan orang-orang ini. Hipotesis mana yang lebih besar kemungkinannya dapat diputuskan dengan bantuan laporan biografi dan bibliografi tentang orang-orang yang bersangkutan. Namun karena keandalan laporan tersebut tidak lebih pasti dibandingkan pernyataan penulis kami, kami harus mencari solusi dari karya ‘Abd al-Razzaq sendiri. Petunjuknya dapat ditemukan dengan menganalisis empat kelompok, atau kompleks, ­misi trans terbesar secara lebih mendalam.

Misalkan ‘Abd al-Razzaq dengan seenaknya menganggap materinya berasal dari empat informan yang disebutkan di atas: Ma‘mar, Ibnu Jurayj, ath-Thawri, dan Ibnu ‘Uyayna. Jika hal ini terjadi, kita dapat memperkirakan bahwa struktur transmisi keempat kelompok teks ini akan serupa karena mereka disusun secara acak—sebuah prosedur ­yang diusulkan Schacht untuk hubungan tertentu dalam asanid. Sebagai latar belakang, di bawah ini saya telah merangkum informasi mengenai asal usul hadis-hadis yang terkandung dalam empat kelompok teks tersebut.

1.   Pada kelompok teks yang diduga berasal dari Ma‘mar [b. Rashid], 28 persen materi dikatakan berasal dari al-Zuhri, 25 persen dari Qatada [b. Di’ama], 11 persen dari Ayyub [b. Abi Tamima], sedikit lebih dari 6 persen dari orang yang tidak disebutkan namanya, dan 5 persen dari Ibnu Tawus. Pernyataan Ma‘mar sendiri hanya berjumlah 1 persen. Sisanya (24 persen) tersebar pada 77 nama.13

2.   Dalam kelompok transmisi yang dianggap berasal dari Ibnu Jurayj, 39 persen diperkirakan berasal dari ‘Ata’ [b. Abi Rabah], 8 persen untuk yang tidak disebutkan namanya, 7 persen untuk Amr b. Dinar, 6 persen kepada Ibnu Shihab [al-Zuhri], dan 5 persen kepada Ibnu Tawus. Pernyataan Ibnu Jurayj sendiri hanya berjumlah 1 persen, dan sisanya 37 persen tersebar pada 103 orang.

3.   Dalam materi yang dikatakan diterima dari ath-Thawri, pendapat hukumnya sendiri mendominasi, mewakili 19 persen dari total, disusul oleh naskah dari Mansur [b. al-Mu’tamir] (7 persen) dan Jabir [b. Yazid] (6 persen), dan dari orang yang tidak disebutkan namanya ­(3 persen). Sisanya sebesar 65 persen dikatakan berasal dari 161 otoritas atau informan berbeda.

4.   Teks yang diberi nama Ibn ‘Uyayna terdiri dari hingga 23 persen transmisi dari ‘Amr b. Dinar; 9 persen dikatakan berasal dari Ibnu Abi Najih, 8 persen dari Yahya b. Sa’id [al-Ansari], 6 persen dari Isma’il b. Abi Khalid; 3 hingga 4 persen teks tersebut bersifat anonim, dan sisanya (50 persen) dikatakan berasal dari 37 orang. Tidak ada ra’y (pendapat) dari Ibnu ‘Uyayna sendiri.

Profil-profil tersebut menunjukkan bahwa keempat kumpulan teks tersebut masing-masing mempunyai karakter yang cukup individual. Tampaknya sangat mustahil bahwa seorang pemalsu yang menyusun bahan-bahan dalam urutan tertentu dan memberi label yang salah akan menghasilkan koleksi-koleksi yang sangat berbeda. Selain itu, kita harus ingat bahwa profil-profil ini tidak lebih dari kisi-kisi kasar dan bahwa perbedaan-perbedaan muncul ketika kita semakin mendalami dan bertanya, misalnya, tentang asal geografis pihak berwenang atau informan, ciri-ciri formal dari teks-teks tersebut, Oleh karena itu, penyelidikan terhadap struktur transmisi Musannaf karya ‘Abd al-Razzaq mengarah pada kesimpulan bahwa bahan-bahan yang ia tempatkan atas nama empat otoritas utamanya adalah sumber asli, bukan hasil dari atribusi fiktif yang ia ciptakan sendiri..

Ada beberapa ciri formal lain dari presentasi trans ­misi ‘Abd al-Razzaq yang menunjukkan bahwa mereka otentik. Salah satunya adalah kenyataan bahwa ia kadang-kadang merasa tidak yakin mengenai asal muasal sebuah tradisi dan bahwa ia mengakui hal ini secara terbuka. Dalam satu kasus, misalnya, sebuah hadis diperkenalkan oleh: “‘Abd al-Razzaq dari ath-Thawri dari Mughira atau orang lain —Abu Bakar [yaitu, ‘Abd al-Razzaq] tidak yakin akan hal itu—dari Ibrahim, yang berkata:.... “Seorang pemalsu tentu saja tidak akan mengungkapkan keraguan seperti itu, karena hal itu akan melemahkan tujuan utamanya, yaitu menciptakan transmisi yang pasti dan tidak terputus dari otoritas yang diakui. Lebih lanjut, ‘Abd al-Razzaq memberikan kesan bahwa ia menerima ribuan naskah langsung dari Ibnu Jurayj, ath-Thawri, dan Ma‘mar. Ini mungkin tidak benar, tetapi jika demikian, kita mungkin bertanya mengapa kita juga menemukan asanid seperti “‘Abd al-Razzaq dari ath-Thawri dari Ibnu Jurayj.., “atau—lebih jarang—”‘Abd al-Razzaq dari Ibnu Jurayj dari ath-Thawri...,” atau “‘Abd al-Razzaq dari ath-Thawri dari Ma‘mar...,” Fakta bahwa ada juga penularan tidak langsung dari otoritas utama mendukung argumen saya lebih jauh. Asal usul materinya tidak sembarangan; namun ia secara spesifik menyebutkan sumber dari mana tradisi tersebut berasal.

Pemalsuan nampaknya lebih kecil kemungkinannya karena ada juga transmisi anonim yang dilakukan ‘Abd al-Razzaq dari pihak berwenang yang ia sebut, dalam banyak kasus, salah satu informan utamanya sebagai sumber. Dua contoh menyatakan “‘Abd al-Razzaq dari seorang Medina syekh yang berkata: Aku mendengar risalah Ibnu Shihab dari…” atau “‘Abd al-Razzaq dari seorang laki-laki (rajul) dari Hammad dari.... “Seperti itu asanid aneh karena pada umumnya ‘Abd al-Razzaq menerima hadis Ibnu Shihab dari Ibnu Jurayj atau Ma‘mar dan materi Hammad dari ath-Thawri atau Ma‘mar.

Mari kita beralih ke literatur biografi; Seperti disebutkan di atas, materi ini memerlukan pembahasan tersendiri karena alasan metodologis, karena keaslian tradisi biografi ­sama kontroversialnya dengan keaslian hadis dan teks hukum awal. Menurut literatur biografi, pada usia delapan belas tahun, ‘Abd al-Razzaq menghadiri ceramah ulama Mekah Ibnu Jurayj (w. 150/767) ketika beliau mengunjungi Yaman, mungkin pada tahun 144/761-62.” Ma‘mar b. Rashid (w. 153/770) dikatakan sebagai guru terpenting ‘Abd al-Razzaq. Berdasarkan asal Basran, ia kemudian tinggal di San’a, tempat kelahiran ‘Abd al-Razzaq. Ia belajar tujuh sampai delapan tahun dengan Ma‘mar, mungkin dari tahun 145/762-63 sampai kematiannya pada tahun 153/770. Kufan Sufyan ath-Thawri (w. 161/778) berada di Yaman pada tahun 149/766, dan ulama Mekah Sufyan b. ‘Uyayna (w. 198/814) berada di sana pada tahun 150/767 dan 152/769. Sangat mungkin bahwa pada kesempatan ini ‘Abd al-Razzaq menerima sebagian besar materi yang dikirimkan dari otoritas tersebut. Pernyataan-pernyataan dalam literatur biografi tentang guru-guru ‘Abd al-Razzaq dengan demikian secara umum bertepatan dengan temuan-temuan kami dari Musannaf itu sendiri, yang merupakan sumber utama karyanya.

Selain itu, penting untuk diingat bahwa keempat orang ini, guru terpenting ‘Abd al-Razzaq, termasuk di antara penulis pertama karya sejenis. Mereka dianggap sebagai pionir sastra musannaf. Ibnu Jurayj, mungkin salah satu penulis musannaf pertama, dikatakan telah menyusun sebuah buku berjudul Kitab al-Sunan; ath-Thawri, al-Jami’ al-kabir dan al-Jami’ al-saghir ; dan Ibnu ‘Uyayna, Kitab al-Jawami’fi al-sunan wa-l-abwab. Sejauh yang saya tahu, tidak ada judul buku Ma‘mar yang disimpan dalam literatur biografi atau bibliografi. Semua karya ini tampaknya telah hilang, namun jelas bahwa karya-karya tersebut pasti merupakan sumber dari mana ‘Abd al-Razzaq menyusun Musannafnya. Fakta bahwa penulis Kitab al-Jami’, yang disertakan pada Musannaf bukanlah ‘Abd al-Razzaq sendiri tapi tanpa diragukan lagi gurunya Ma‘mar lebih jauh mendukung argumen saya.

Bukti ini mengarah pada kesimpulan bahwa sebagian besar Musannaf ‘Abd al-Razzaq merupakan kompilasi teks dari karya-karya lama dengan berbagai ukuran, yang dapat direkonstruksi, setidaknya sebagian, dari asaritd teks tersebut. ‘Abd al-Razzaq memperoleh empat sumber utamanya antara tahun 144/671 dan 153/770. Kitab-kitab tersebut disusun pada paruh pertama abad ke-2 Masehi dan merupakan salah satu kompilasi hadits dan kitab-kitab hukum tertua yang diketahui dan berukuran relatif besar.


Baca juga:
Labels : #Ilmu Hadis ,#Musannaf 'Abd al-Razzaq ,#Orientalis ,#Sejarah ,#Tradisionalis ,
Menunggu informasi...

Posting Komentar