Pemikiran Yusuf al-Qaradlawi tentang Hadis Nabi

Daftar Isi [Tampilkan]
Oleh: Fadli Azis Darmansyah


Hadis memiliki kedudukan istimewa dalam hukum Islam karena kekuatan otoritatif yang dimilikinya. Posisi yang demikian penting meletakkan hadis sebagai salah satu sumber yang harus dijadikan referensi dalam pengambilan dan penetapan hampir setiap keputusan hukum. Jika otoritas hadis sebagai sumber hukum telah disepakati oleh hampir semua Muslim, maka tidak demikian dengan persoalan bagaimana pemahaman hadis tersebut.

Dalam pemikiran Islam klasik, persoalan bagaimana memahami hadis sebagai sumber yang valid telah menjadi lahan kajian yang luas dan mendalam. Pada abad-abad pertama Islam telah menjadi pertarungan pemikiran yang sengit antara ahl al-hadits dan ahl al-ra`yi dalam melihat persoalan ini. Perdebatan tersebut di satu sisi membawa hukum Islam masa awal dalam suasana pemikiran yang penuh dinamika dan kreatifitas.

Pada era ini, lahir puluhan aliran hukum dengan beragam corak kecenderungan metodologis maupun warna kedaerahannya. Sementara di sisi lain, aneka ragam aliran yang muncul tersebut menyebabkan terjadinya suasana ketidakpastian hukum sebagai akibat perbedaan dalam memberikan fatwa atau mengambil keputusan oleh lembaga yudikatif di berbagai daerah. Namun masing-masing pihak tetap mengklaim putusan hukumnya sebagai valid dan berasal dari hadis.

Yusuf al-Qaradlawi, seorang ulama kontemporer, memiliki dampak signifikan terhadap pemahaman umat Islam terhadap hadis Nabi. Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi pandangannya tentang hakekat asal usul hadis Nabi, definisi, fungsi, dan otoritas hadis, serta menganalisis implikasinya terhadap model pemahaman, pembaruan hukum Islam, dan respons terhadap isu-isu aktual.

Hakekat Asal Usul Hadis Nabi

Menurut al-Qaradlawi, hadis Nabi dianggap sebagai wahyu gairu matluw atau wahyu batin, berbeda dengan Al-Qur’an yang merupakan wahyu matluw. Ia membedakan antara hadis yang berasal dari wahyu, baik secara jelas maupun tersembunyi, dengan hadis yang muncul dari ijtihad Nabi. Al-Qaradlawi mengakui kemungkinan kesalahan dalam ijtihad Nabi, namun meyakinkan bahwa Allah akan menegur kesalahannya melalui wahyu.

Definisi, Fungsi, dan Otoritas Hadis Nabi

Dalam pemahaman al-Qaradlawi, hadis Nabi berkembang dari makna umum menjadi makna spesifik. Fungsinya mencakup memperkuat ajaran Al-Qur’an, menjelaskan ajaran yang masih mujmal, dan menetapkan hukum yang tidak disebut dalam Al-Qur’an. Al-Qaradlawi menempatkan hadis sebagai penjelas teoritis dan penetapan praktis terhadap Al-Qur’an, mendudukkannya setelah Al-Qur’an dalam tata urutan sumber ajaran Islam.

Analisis Terhadap Implikasi Pemikiran Yusuf Al-Qaradlawi

1. Model pemahaman hadis: Al-Qaradlawi menekankan agar pemahaman hadis tidak hanya melihat teksnya, melainkan juga mempertimbangkan berbagai faktor seperti illat dan maqashid al-syari’ah. Ia mendukung pendekatan rasional dalam memahami hadis, memperingatkan terhadap tekstualitas yang membatasi pemahaman.

2. Implikasi terhadap model pembaharuan hukum Islam: Dalam upaya pembaruan hukum Islam, al-Qaradlawi mempraktikkan model eklektik. Ia menggunakan ijtihad tarjihi untuk menyaring pendapat ulama masa lalu dan ijtihad intiqa’i untuk menjawab persoalan baru. Al-Qaradlawi menetapkan batasan agar ijtihad tidak mengubah hukum yang sudah pasti.

3.  Implikasi dalam merespon isu aktual hukum Islam era modern:

a) Kedudukan perempuan dalam hukum Islam: Al-Qaradlawi memandang bahwa perempuan dapat berpartisipasi dalam bidang politik, dengan memperhatikan nilai-nilai Islam dalam interaksinya dengan laki-laki. Ia menolak pandangan bahwa Islam melarang perempuan memegang kekuasaan umum dan menekankan konteks ayat-ayat terkait.

b)  Hukuman murtad dan kebebasan beragama: Meskipun mengakui sanksi hukuman berat atas murtad, al-Qaradlawi menekankan bahwa implementasinya tergantung pada karakter masyarakat Islam yang berdiri di atas akidah tauhid. Ia mempertahankan hukuman murtad sebagai perlindungan terhadap kepentingan agama.

Kesimpulan

Pemikiran Yusuf al-Qaradlawi tentang hadis Nabi memiliki implikasi mendalam dalam pemahaman, pembaharuan hukum Islam, dan respons terhadap isu-isu kontemporer. Pendekatannya yang rasional dan eklektik mencerminkan usahanya untuk menjaga kesinambungan antara nilai-nilai Islam dan dinamika zaman modern.
Baca juga:
Labels : #Mahasiswa ,#Opini ,
Menunggu informasi...

Posting Komentar