Peran Sahabat dalam Menjaga Hadis: Keadilan hingga Jejak Penulisan

Daftar Isi [Tampilkan]
Oleh: M. Sholahuddin
Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Manuskrip Shahifah 'Ali bin Abi Thalib


Para sahabat merupakan orang-orang istimewa, karena diberikan kesempatan hidup satu masa dan bertemu langsung dengan Rasulullah SAW. Para sahabat melihat langsung bagaimana Rasulullah menerima wahyu dan bagaimana Rasulullah mengaplikasikan setiap wahyu tersebut dalam lingkup kehidupan. Para sahabat juga mendapat pancaran keberkahan dari melihat wajah Rasulullah, mendapat nasihatnya dan bisa menimba ilmu langsung darinya.

Ada perbedaan pada ta’rif sahabat. Said bin Musayyab mengatakan “sahabat, kami tidak menghitungnya kecuali ia yang telah bermukim bersama Rasulullah SAW setahun atau dua tahun dan ikut berpastisipasi bersama beliau dalam satu atau dua peperangan”. Namun, ta’rif ini menurut Ibnu al-Shalah terlalu sempit. Sebab hal itu akan mengeluarkan banyak nama seperti Jarir bin Abdullah al-Bajali dan yang semisal dengannya dari golongan sahabat. Ta’rif sahabat yang masyhur ialah ta’rif yang disebutkan oleh Ibnu Hajar bahwasanya “sahabat ialah orang yang pernah bertemu dengan Nabi, beriman kepadanya dan mati dalam keadaan Islam.”

Memang untuk menjadi sahabat, dicukupkan dengan pernah bertemu dan beriman, tidak ada persyaratan harus berkumpul lama ataupun pernah menimba ilmu kepada baginda Nabi. Hal ini berbeda dengan syarat menjadi tabiin, dimana harus pernah mengaji kepada salah satu sahabat. Para ulama menyebutkan bahwa keberkahan dari melihat Rasulullah adalah salah satu alasannya, dimana keberkahan ini tidak bisa ditemukan kecuali pada diri Rasulullah. Telah banyak kisah yang menceritakan bagaimana orang-orang dapat berubah sifatnya secara drastis seketika berjumpa dengan Nabi Muhammad.

Keadilan Para Sahabat

Dalam ranah periwayatan hadis, adilnya rawi adalah salah satu syarat mutlak untuk menilai shahihnya suatu hadis. Hingga kualitas pribadi para perawi ini harus diteliti terlebih dahulu dengan kaidah al-jarh wa at-ta’dil. Namun hal itu tidak berlaku kepada para sahabat, menurut para ulama ahlus sunnah identitas seluruh sahabat adalah adil, mereka terbebas dari penyebaran hadis palsu secara sengaja, sehingga tidak perlu melakukan verifikasi terhadap kepribadian mereka. Hal ini mengacu kepada beberapa dalil, baik dari Al-Qur’an, hadis, maupun akal.

a. Dalil Al-Qur’an

Allah SWT berfirman;

ÙˆَÙƒَذَٰÙ„ِÙƒَ جَعَÙ„ۡÙ†َٰÙƒُÙ…ۡ Ø£ُÙ…َّØ©ٗ ÙˆَسَØ·ٗا Ù„ِّتَÙƒُونُواْ Ø´ُÙ‡َدَآØ¡َ عَÙ„َÙ‰ ٱلنَّاسِ ÙˆَÙŠَÙƒُونَ ٱلرَّسُولُ عَÙ„َÙŠۡÙƒُÙ…ۡ Ø´َÙ‡ِيدٗا

“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu” (QS. Al-Baqarah : 143).

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Abu Hurairah ra dari Nabi Muhammad Saw bahwa maksud dari ÙˆَسَØ·ٗا adalah adil (al-Durru al-Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur juz 1, hlm. 349).

Adapun ayat Ù„ِّتَÙƒُونُواْ Ø´ُÙ‡َدَآØ¡َ عَÙ„َÙ‰ ٱلنَّاسِ , Imam al-Maturidi dalam kittabnya, Ta’wilatu Ahlu as-Sunnah mengatakan; “jika ayat tersebut mengandung dua makna, salah satunya adalah legitimasi dan pengakuan langsung dari Al-Qur’an akan kebenaran persaksian orang-orang yang hidup semasa Nabi terhadap generasi-generasi setelahnya.

 b. Dalil Hadis

Ibnu ‘Abbas menceritakan bahwa suatu ketika datang seorang arab badui menghadap Nabi dan berkata “Aku telah melihat hilal (hilal Ramadhan)”. Nabi pun bertanya padanya, “Apakah kamu bersaksi bahwa sesungguhnya tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah?” Orang badui itu menjawab “Ya”. Nabi lantas berkata “Wahai Bilal, umumkan kepada manusia untuk berpuasa besok” (HR al-Arba’ah). Dari hadis ini kita bisa melihat bahwa Nabi langsung percaya dengan perkataan orang badui yang notabenenya belum diketahui identitas kepribadiannya hanya dengan mengetahui keislamannya. Ini menjadi bukti bahwa memang semua sahabat tidak terkecuali ia sahabat yang masyhur ataupun tidak ia tetap memiliki sifat keadilan dalam menyampaikan berita terlebih yang menyangkut agama.

 c. Dalil akal

Al-Khathib al-Baghdadi mengatakan “Sungguh, andaipun tidak ada nash langsung dari Al-Qur’an maupun Hadist mengenai ini. Cukuplah fakta akan dedikasi para sahabat dengan keberanian mereka untuk berhijrah, berjihad, berkorban harta dan jiwa, berkenan berperang melawan ayah maupun anak sendiri, selalu berpegang teguh dan saling menasehati dalam agama, serta keimanan yang kuat sejatinya adalah bukti nyata yang memastikan akan keadilan serta kejernihan jiwa para sahabat. Sungguhlah para sahabat ini lebih utama dari orang-orang adil dan orang-orang suci yang datang setelah era mereka”.

Sahabat bukanlah orang yang ma’shum sehingga terhindar dari perbuatan salah dan dosa. Namun hal tersebut tidak menghilangkan kredibilitas mereka sebagai orang baik, jujur dan adil dalam periwayatan hadis. Semua sahabat adil, karena mereka tidak mungkin berdusta atas nama Rasulullah. Jika sahabat ditolak keadilannya, maka ajaran islam akan terhenti pada Nabi Muhammad.

Peran Sahabat dalam Menjaga Keotentikan Hadis

Sahabat adalah tali penyambung antara umat Muslim dengan kedua sumber utama agama Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadis. Dalam realitas sejarah, kita bisa melihat bagaimana generasi terbaik ini mengupayakan dengan kesungguhan, kehati-hatian dan ketelitian mereka dalam menjaga keotentikan Al-Qur’an maupun hadis. Pada masa sahabat telah berkembang metode isnad dan kritik hadis. Sistem isnad ini telah dipraktekkan oleh kalangan sahabat pada masa Nabi masih hidup, dimana mereka membuat jadwal untuk bergantian mengaji kepada Nabi. Bagi yang hadir dalam majlis Nabi akan mengabarkan apa yang mereka dengar kepada yang tidak hadir. Setelah Nabi wafat, para sahabat mulai menerapkan metode kritik hadis guna menjaga kemurnian hadis dari kekeliruan dan pemalsuan.

a. Metode kritik Hadis

Banyak riwayat yang menggambarkan bagaimana para sahabat sangat berhati-hati dalam menerima hadis. Dikisahkan bahwa pernah suatu hari Abu Musa pergi ke rumah ‘Umar bin al-Khaththab. Sesampainnya di depan rumah, Abu Musa mengucapkan salam tiga kali, setelah tidak ada jawaban ia pun pergi. Melihat itu, ‘Umar mengutus seseorang  untuk mengejarnya. Umar pun bertanya: “kenapa kamu kembali?” Abu Musa menjawab bahwa Rasulullah SAW pernah mengatakan “Jika salah satu dari kalian telah mengucapkan salam tiga kali, kemudian ia tidak mendapat jawaban, maka kembalilah!”. Lantas ‘Umar berkata “Sungguh datangkanlah kepadaku saksi atas apa yang kamu ucapkan, atau aku akan menghukummu!” Kemudian Abu Musa datang kepada kami dengan wajah pucat. Kami pun bertanya kepadanya dan ia menceritakan duduk masalahnya. Abu Musa bertanya, “Apakah dari kalian ada yang pernah mendengar hadis ini?” Kami menjawab, “Iya, Kami semua mendengarnya”. Lantas kami mengutus seseorang diantara kami untuk pergi bersama Abu Musa menghadap kepada Umar bin Khattab.

Ada juga kisah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, bahwa Sayyidah ‘A’isyah pernah berkata, “Aku telah mendengar hadis dari Umar dan putranya yang menyatakan Rasulullah Saw pernah berkata “Sesungguhnya mayit akan disiksa, sebab tangisan dari keluarganya”. Semoga Allah merahmati Umar, demi Allah Rasulullah SAW tidak lah pernah berkata bahwa Allah menyiksa orang-orang mukmin sebab tangisan seseorang. Tetapi Rasulullah Saw mengatakan “Sesungguhnya Allah akan menambahkan siksa pada orang kafir, sebab tangisan keluarganya kepadanya”. Pada riwayat Muslim ada tambahan Sayyidah ‘A’isyah mengatakan “Sungguh kalian telah menceritakan hadis ini kepadaku, bukan dari dua orang yang berdusta maupun didustai. Namun pendengaran terkadang juga salah.”

b. Menuliskan Hadis

Penulisan hadis telah banyak diupayakan pada era sahabat, ini dibuktikan dengan banyak dari sahabat yang memiliki catatan tulisan hadis. Bahkan menurut data yang dikumpulkan oleh Musthafa Azami, sekurang-kurangnya ada 52 sahabat yang memiliki catatan hadis. Diantaranya ialah;

1. Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash yang memiliki tulisan hadis yang ia beri nama al-Shahifah al-Shadiqah. Musthafa Azami mengatakan bahwa paling sedikit tujuh dari muridnya telah mendapatkan hadis darinya dari tulisan. Imam Ahmad bin Hanbal juga banyak meriwayatkan hadis yang ia dapatkan dari shahifah ini yang ia tuliskan dalam kitab Musnad-nya.

2. Shahifah Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib, dimana pada riwayat al-Bukhari disebutkan bahwa Sayyidina Ali mengaku punya catatan hadis yang menerangkan tentang masalah diyat dan tebusan tawanan.

3. Shahifah Sa’ad bin ‘Ubadah, yang dimungkinkan riwayat-riwayat hadis yang darinya adalah dari shahifah ini.

Penulisan hadis era sahabat memang masih bersifat pribadi dan belum menjadi konsumsi publik. Baru pada masa ‘Umar bin ‘Abdul Aziz dimaklumatkanlah perintah untuk membukukan hadis secara kolektif, hingga masa ini disebut sebagai masa awal kodifikasi hadis. Nurudin ‘Itr dalam kitabnya yang berjudul Manhaj an-Naqdi fi ‘Ulum al-Hadits menyebutkan bahwa fase penulisan hadis dengan memberikan bab per bab pada suatu kitab telah sempurna pada kisaran tahun 120 hingga 130 H. Banyak ditemukan kitab-kitab jami’, seperti kitab Jami’ Ma’mar bin Rasyid (w 154 H), Jami’ Sufyan al-Tsauri (w 161 H), Jami’ Ibnu Juraij (w 150 H), dan masih banyak lagi. Sebagian dari manuskrip kitab-kitab jami’ ini telah ditemukan oleh para ulama. Bahkan sampai sekarang masih ada kajian terhadap kitab Jami’ Ma’mar bin Rasyid ini di India.

Referensi

Al-Maturidi, Abu Mansur. (2005). Ta’wilaatu Ahlu as-Sunnah. Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiah.

As-Suyuthi, Abdurrahman bin Abu Bakar. (2002). Ad-Durru al-Mantsur. Beirut : Dar al-Fikr.

Dr. Nuruddin. (1979). Manhaj an-Naqdi fi Ulum al-Hadits. Damaskus : Dar al-Fikr.

Syarifah, Umaiyatus. (2014). Kontribusi Muhammad Musthafa Azami dalam Pemikiran Hadits (Counter atas kritik Orientalis). Jurnal Ulul Albab, Volume 15, No. 2.

Aly Mahmudi, Muhammad. (2021). Studi Pemikiran MM. Adzami Ahli Hadits melawan Orientalis. Jurnal Al-Furqon, Volume 4, No. 1.

Zumaro, Ahmad. (2023). Bantahan Sunni Terhadap Syiah Tentang Ketidak Keadilan (‘Adalah) Sahabat. Jurnal Al-Dzikra, Volume 17, No. 1.

 

Baca juga:
Labels : #Mahasiswa ,#Opini ,
Menunggu informasi...

Posting Komentar